
Yang mampu beradaptasi, dialah yang kelak bertahan hidup. Adalah dia yang terus menerus memperbarui diri, terus berinovasi, melangkah maju, menyesuaikan diri dengan arus zaman. Sedangkan dia yang kaku, merasa diri telah sempurna, enggan memperbarui dan menyesuaikan diri, enggan berinovasi, kelak akan tenggelam dan tereliminasi.
Marilah senantiasa membaca arah pergerakan zaman dan terus melakukan penyesuaian. Arus evolusi bergerak dengan cepat. Begitu lengah, kita akan tertinggal di belakang. Kemana sesungguhnya arah arus evolusi hidup manusia? Garis finish dari arus evolusi hidup manusia adalah terwujudnya Dunia Satu Keluarga. Kini seluruh tatanan kehidupan manusia tengah mengarah ke sana. Sesungguhnya di sinilah makna termulia akan kelangsungan hidup manusia.
Siapa yang segera menyesuaikan diri dan mengikuti arus ini akan bertahan, sedangkan dia yang bertentangan dengan semangat dan wawasan Dunia Satu Keluarga, kelak akan tersisihkan. Bagaimana kita menyesuaikan diri dengan arus Dunia Satu Keluarga? Yaitu dengan mengarahkan seluruh sendi kehidupan kita ke sana! Dengan menumbuhkan semangat dan wawasan Dunia Satu Keluarga di seluruh aspek kehidupan, kelangsungan hidup kita pun semakin terjamin.
Peradaban Dunia Satu Keluarga dibangun dari sifat-sifat kodrati manusia yang harmonis, mulia, leluasa, bahagia, antusias, damai, sederhana, dan rukun dalam kebersamaan.
Bila pemenuhan kebutuhan pada aspek sandang, pangan, papan, transportasi, dan komunikasi kita selama ini terpenuhi, namun tidak mendatangkan hidup yang harmonis, mulia, leluasa, dan bahagia, maka pemenuhan kebutuhan pada semua aspek kehidupan itu hanya menjadi pemenuhan nafsu fisik belaka, jauh dari peradaban Dunia Satu Keluarga.
Demikian juga harta-kekayaan, pangkat-jabatan, reputasi-popularitas, bila tak mendatangkan hidup yang harmonis, mulia, leluasa, dan bahagia, maka semuanya jadi kehilangan nilai, tak sejalan dengan perintisan peradaban Dunia Satu Keluarga.
Bila strata pendidikan yang tinggi, keterampilan dan intelegensia yang istimewa, atau prestasi karir dan usaha yang sukses luar biasa tidak mendatangkan hidup yang harmonis, mulia, leluasa, bahagia, maka semua itu jadi kehilangan makna, tak ada hubungannya dengan perintisan peradaban Dunia Satu Keluarga.
Maka bila dipandang dari aspek ini, negara-negara yang kita beri label sebagai negara maju sebenarnya masih jauh dari makna peradaban yang sesungguhnya. Karena walau secara fisik strata hidupnya tinggi, sering kali mereka justru tidak merasakan hidup yang harmonis, mulia, leluasa, dan bahagia.
Kebebasan jadi kehilangan arti bila hanya mengarah pada tindakan semena-mena dan sesuka hati yang memicu kekacauan. Hak asasi kehilangan makna bila hanya mengutamakan hak diri sendiri dan melupakan hak orang lain. Demikian juga demokrasi menjadi kehilangan arti bila mendatangkan tindak anarkis. Semua itu jauh dari peradaban hidup yang harmonis, mulia, leluasa, dan bahagia. Dan inilah yang terjadi di hampir semua negara.
Krisis hidup manusia saat ini adalah semakin pudarnya nilai peradaban yang sesungguhnya. Hanya dengan berevolusi menuju peradaban hidup yang harmonis, mulia, leluasa, bahagia, barulah umat manusia dapat keluar dari krisis ini, untuk terus melangsungkan hidupnya, hingga terwujudnya Dunia Satu Keluarga.
Saat setiap individu mau mengakui bahwa martabat hidup setiap insan adalah mulia, luhur, sakral, bahwa keberadaan setiap insan adalah setara dan tanpa perbedaan, barulah kita dapat membangun peradaban baru yang penuh kebersamaan, yang bukan lagi mengedepankan ego dan persaingan. Saat itu kita dapat hidup bersama, berjaya bersama, kaya bersama, berbahagia bersama, merasakan kedamaian bersama, sadar bersama, memiliki bersama, mendapatkan bersama, merasakan berkah bersama, dan sempurna dalam kebersamaan.
Dengan memancarkan spirit kehidupan yang mulia, luhur, dan sakral, manusia akan memancarkan sifat kodratinya yang mulia, leluasa, dan bahagia. Saat sifat kodrati ini berpancar, maka segala fungsi indra kita akan mendatangkan kebahagiaan yang wajar alami. Di segala rutinitas harian kita, di segala aspek sandang, pangan, papan, transportasi, dan komunikasi, kita merasakan kebahagiaan yang hakiki. Inilah wujud terbangunnya peradaban mental dalam diri kita.
Dengan memancarkan spirit kehidupan yang mulia, luhur, dan sakral, manusia akan memancarkan sifat kodratinya yang mulia, leluasa, dan bahagia. Saat sifat kodrati ini berpancar, maka dalam pikiran, ucapan, dan tindak perbuatan kita selalu memancarkan keindahan hidup yang bahagia, gembira dan sukacita. Inilah wujud terbangunnya peradaban spiritual dalam diri kita.
Walaupun hidup di tengah kondisi kaya ataupun miskin, mulia maupun jelata, pintar ataupun bodoh, cantik ataupun buruk rupa, namun realita spirit kehidupan tetaplah agung, luhur, dan sakral, tetap memancarkan keindahan hidup yang bahagia, gembira dan sukacita. Inilah wujud terbangunnya peradaban spiritual dalam diri kita.
Meskipun hidup di tengah gelombang puji-hina, mendapatkan-kehilangan, sanjungan-fitnahan, berkah-musibah, lancar – penuh rintangan, sukses-gagal, namun realita spirit kehidupan tetaplah agung, luhur, dan sakral, memancarkan keindahan hidup yang bahagia, gembira dan sukacita. Inilah wujud terbangunnya peradaban spiritual dalam diri kita.