
Sejak kecil, seorang anak cenderung dinilai dari intelegensi dan penguasaan berbagai keterampilan. Seseorang mendapat apresiasi bila berhasil meraih prestasi teratas, sedangkan tidak menjadi juara atau menjadi biasa-biasa saja sepertinya sesuatu yang mengecewakan. Apakah pola nilai seperti ini tepat?
Secara bawah sadar, sejak belia kita cenderung dihadapkan pada pola persaingan. Maka di saat dewasa, manusia bersaing untuk menjadi yang teratas dan terkuat, lantas mengalahkan, menaklukkan, dan menindas yang lemah. Padahal di sepanjang sejarah umat manusia, persaingan hanya akan terus mendatangkan derita dan kepiluan. Sadarkah kita, bahwa pada akhirnya, persaingan akan berujung pada kemusnahan bagi spesies manusia itu sendiri?
Persaingan membuat manusia hanya mengutamakan kepentingan diri dan tega mengorbankan orang lain. Persaingan membuat manusia seperti tidak berperasaan, tidak peduli akan kelangsungan hidup pihak lain. Bukankah sejarah umat manusia sesungguhnya adalah sejarah penuh luka akibat penindasan kaum lemah oleh kaum kuat? Kini, di puncak era persaingan, moralitas umat manusia berada di titik terendahnya! Inilah era hilangnya kesadaran nurani umat manusia.
Maka, adalah genting bagi umat manusia untuk segera mengubah konsep nilai akan hidupnya. Hanya bila setiap individu mau berpaling dari pola persaingan ini, barulah selangkah demi selangkah masa depan kita menjadi terang dan penuh harapan. Inilah satu-satunya jalan bagi kelangsungan hidup umat manusia!
Lihatlah, dinosaurus kuat, tapi akhirnya musnah. Kerajaan Mongolia yang wilayah jajahannya begitu luas, pada akhirnya ditelan zaman. Demikianlah, di sepanjang sejarah evolusi, yang mampu bertahan hidup bukanlah yang kuat, tapi adalah dia yang mampu beradaptasi. Yang mampu beradaptasi, dialah yang terbaik, yang akan terus melangsungkan hidupnya.
Lantas, siapakah manusia yang terbaik? Bukan yang mampu menaklukkan orang lain, melainkan adalah dia yang mampu menaklukkan diri sendiri. Adalah dia yang terus melampaui diri, meningkatkan diri, menerobos diri. Dialah yang selalu beradaptasi dengan gerak arus zaman! Inilah manusia yang sungguh-sungguh beradab!
Manusia yang terbaik dan beradab adalah dia yang mampu menghargai keberadaan manusia lainnya. Adalah manusia yang dalam segala tindak-tanduknya mempertimbangkan kepentingan dan kelangsungan hidup bersama. Bukankah Tuhan menganugerahkan hidup yang setara, sama mulianya, tanpa perbedaan? Bukankah kita sesungguhnya adalah satu keluarga besar di tengah semesta?
Yang rela mengutamakan kepentingan dan kelangsungan hidup bersama, dialah yang bertahan. Sedangkan yang mengutamakan ego dan tetap bersaing, kelak akan tereliminasi. Inilah sesungguhnya arah evolusi hidup manusia, menuju terwujudnya Dunia Satu Keluarga. Inilah satu-satunya jalan bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Mari bersama membangun harapan dan keyakinan bersama akan terwujudnya peradaban baru. Di mana setiap manusia hidup harmonis dalam kebersamaan. Di mana setiap individu harmonis dalam kehidupan materi, mental, dan spiritual. Di mana manusia hidup selaras dengan nafas alam semesta, hingga terwujudnya Dunia Satu Keluarga.